Kampus Berdampak - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bersama Dewan Minyak Sawit Indonesia menegaskan k...
Kampus Berdampak - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bersama Dewan Minyak Sawit Indonesia menegaskan komitmen bersama dalam mendorong hilirisasi industri sawit nasional melalui riset, teknologi, dan model bisnis yang berpihak pada petani. Hal ini disampaikan dalam pertemuan lintas sektor yang digelar pada Kamis (12/6).
“Sawit adalah komoditas strategis, tapi belum kita kawal proses hilirisasinya secara menyeluruh. Proyek ini akan menjadi pilot project yang benar-benar kita tuntaskan,” ujar Mendiktisaintek Brian Yuliarto.
Agenda utama pertemuan ini mencakup pengembangan teknologi pengolahan sawit rendah emisi, peningkatan nilai tambah produk turunan, dan penciptaan model bisnis berbasis koperasi petani. Pendekatan ini melibatkan peneliti, akademisi, dan pelaku industri untuk menjawab tantangan nyata di lapangan.
Salah satu terobosan penting adalah teknologi dry process (pengolahan kering) sawit dengan suhu di bawah 80°C, jauh lebih rendah dari metode konvensional yang menggunakan suhu 180–200°C. Teknologi ini tidak menghasilkan limbah cair atau gas rumah kaca.
Inovasi tersebut merupakan hasil kolaborasi antara ITB, FMIPA UI, PT NCA, dan Agro Investama. Produk seperti RBMO (Refined Bleached Mild Olein) dan sterim yang dihasilkan telah memenuhi standar internasional dengan kadar kontaminan 3-MCPD yang sangat rendah, dan siap untuk dikomersialisasikan.
Tahap selanjutnya adalah pembangunan mini plant di kebun petani swadaya. Teknologi ini hemat energi, ramah lingkungan, dan dapat langsung meningkatkan pendapatan petani. Model bisnisnya dirancang berbasis koperasi—dimiliki dan dikelola oleh petani secara bertahap.
Dalam roadmap awal, ditargetkan pengembangan model ini di area 1 juta hektare dari total 6,88 juta hektare kebun sawit rakyat. Sebesar 34,8% lahan tersebut diproyeksikan membutuhkan program replanting untuk meningkatkan produktivitas dari rata-rata 9,2 ton menjadi 21,3 ton per hektare.
Dari sisi ekonomi, proyek ini memerlukan investasi sekitar Rp171 triliun untuk kebutuhan replanting dan infrastruktur pengolahan. Dengan itu, potensi pendapatan industri sawit bisa melonjak dari Rp61,5 triliun menjadi Rp142,7 triliun per tahun pada 2029. Proyek ini juga diperkirakan membuka lapangan kerja bagi lebih dari 16 juta orang serta menciptakan peluang perdagangan karbon bernilai USD 15 per ton, dengan Tiongkok sebagai calon pembeli hingga 30 juta ton emisi karbon.
Tak hanya aspek ekonomi, Kemdiktisaintek dan Dewan Sawit juga membahas kontribusi sawit bagi gizi nasional. Produk turunan seperti vitamin E dan tokoferol akan dimanfaatkan untuk fortifikasi makanan guna mendukung pencegahan stunting. Kerja sama dengan produsen makanan nasional sedang dalam tahap perencanaan.
Mendiktisaintek pun menginstruksikan pembentukan tim khusus untuk menyusun roadmap implementasi proyek ini, mencakup detail teknologi, dampak ekonomi, dan pola kemitraan antara pemerintah, swasta, serta kampus.
“Ini adalah bukti bahwa ilmu pengetahuan mampu menjawab tantangan nyata bangsa sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tegas Menteri Brian.
Hadir dalam pertemuan ini antara lain Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga, Chairman Agro Investama Petrus Chandra, Guru Besar FMIPA UI Budiawan, Direktur Nusantara Green Energi Iman Dermawan, dan Komisaris Nusantara Green Energi Zokanda Siahaan.
Shopping Tags: Kesehatan, Aksesoris Pakaian, Elektronik, Pakaian Pria, Sepatu Pria, Aksesoris & Mobile, Pakaian Muslim, Tas Wanita, Tas Perempuan, Pakaian Wanita, Makanan & Minuman, Sepatu Wanita, Sepatu Pria, Jam Tangan, Elektronik, Food & Beverages, Kecantikan & Perawatan, Koleksi & Hobi, Ibu & Bayi, Bayi & Pakaian Anak, Electronics, Fotografi, Home & Living, Sport & Outdoor, Buku & Alat Tulis, Hobby & Collections, Automotive, Otomotif, Stationary & Accessories, Komputer dan Aksesoris
Tidak ada komentar